Senin, 25 Februari 2008

Keagungan & Kerendahan Hati Rasulullah saw

Kedua nama Nabi Suci s.a.w. yang berberkat yaitu Muhammad dan Ahmad memiliki dua keunggulan yang berbeda. Muhammad mengandung arti yang amat dipuji dan menggambarkan keagungan dan kebesaran serta menyiratkan seseorang yang dicintai karena hanya yang dicintailah yang selalu dipuji-puji. Adapun kata Ahmad menyiratkan seseorang yang mencintai karena merupakan bagian dari seorang pencinta untuk memuji dan ia selalu memuji sosok yang dikasihinya. Jika Muhammad menggambarkan keagungan dan kebesaran maka Ahmad menggambarkan kerendahan hati.

Kehidupan beliau sebagai seorang Nabi terbagi dalam dua bagian, sebagian dihabiskan di Mekah untuk jangka waktu tigabelas tahun dan sebagian lainnya di Medina yang memakan waktu sepuluh tahun. Kehidupan beliau di Mekah menggambarkan segi nama Ahmad dari sosok beliau. Jangka waktu tersebut banyak dihabiskan dalam meratap dan memohon pertolongan di dalam doa. Barangsiapa yang memahami periode kehidupan Mekah dari beliau tentunya mengetahui betapa ratapan dan permohonan doa yang dilakukan beliau saat itu yang tidak ada padanannya pada pencinta lain yang sedang mencari kekasihnya. Ratapan beliau bukanlah untuk dirinya pribadi tetapi karena kesadaran beliau akan kondisi dunia pada saat itu. Zaman itu penyembahan Allah s.w.t. telah sirna sedangkan Dia telah menanamkan keimanan dalam jiwa beliau yang memberikan kegembiraan dan kesukaan. Dengan sendirinya beliau ingin menyampaikan kegembiraan dan kasih ini kepada dunia, namun ketika beliau menyadari kondisi daripada dunia serta kemampuan dan fitrat manusia saat itu maka beliau menghadapi rintangan yang amat besar. Beliau menangisi kondisi dunia ini sedemikian rupa sehingga nyawa beliau pun terancam. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

“Boleh jadi engkau akan membinasakan dirimu sendiri dari dukacita karena mereka tidak mau beriman”. (S.26 Asy-Syuara:4).

Periode ini merupakan kehidupan berdoa beliau dan menjadi manifestasi dari nama beliau sebagai Ahmad. Setelah itu beliau mengkonsentrasikan diri secara agung dan konsentrasi ini menunjukkan efeknya pada kehidupan beliau di Medina ketika signifikasi nama Muhammad diungkapkan sebagaimana dinyatakan dalam ayat:

“Mereka itu berdoa untuk kemenangan dan binasalah setiap musuh kebenaran yang merajalela lagi keras kepala itu”. (S.14 Ibrahim:16).(Malfuzat, vol. II, hal. 178-179).* * *

Mereka yang terbiasa dengan cara pengungkapan dalam Al-Qur’an umumnya mengetahui bahwa kadang-kadang yang Maha Agung dan Maha Pengasih menggunakan ekspresi yang kelihatannya seperti merendahkan hamba-Nya yang khusus padahal konteksnya menggambarkan pujian yang tinggi. Sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. mengenai Hadzrat Rasulullah s.a.w. bahwa:

“Dia dapati engkau dalam keadaan hilang dan Dia memberi engkau petunjuk”. (S.93 Adh-Dhuha:8).

Arti kata “Dhall”. pada dasarnya berarti seseorang yang salah jalan atau tersesat sehingga arti harfiah dari ayat tersebut adalah “Tuhan mendapati engkau dalam keadaan tidak tahu jalan lalu Dia menunjuki”. padahal nyatanya Hadzrat Rasulullah s.a.w. tidak pernah salah jalan atau tersesat. Seorang Muslim yang mempercayai bahwa kapan pun dalam hidup Hadzrat Rasulullah s.a.w. beliau itu pernah tersesat adalah seorang kafir yang tidak beriman dan patut dihukum. Konteks daripada ayat itu bermaksud:

“Tidakkah Dia mendapati engkau yatim lalu Dia memelihara engkau, dan Dia mendapati engkau sirna dalam kecintaan kepada Wujud-Nya dan Dia menarik engkau kepada-Nya, dan Dia mendapati diri engkau berkekurangan lalu Dia memperkaya engkau”. (S.93 Adh-Dhuha:7-9).(Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 170-171, London, 1984).

Minggu, 17 Februari 2008

Banser NU Depok Mengenal Homeopathy

Buah dari hasil rabtah yang dilakukan oleh Muhtamim Taklim PPMKAI, Bapak Yendra Budiana, dengan pihak GP Anshor NU Depok, maka MKAI mendapatkan kehormatan untuk mengisi salah satu sesi di acara Diklatsar Banser NU Kota Depok.

Sosialisasi pengobatan Homeopathy menjadi tema pilihan untuk mengisi sesi acara Diklatsar Banser NU. Untuk itu Muht. Taklim PPMKAI menghubungi Qaid Wilayah DKI, Iwan Kurniawan, untuk mengupayakan terlaksananya Sosialisasi Homeopathy ini.

Qaid Wil DKI kemudian melanjutkan kordinasi dengan Muhtamim Khidmat Khalq PPMKAI, Faqih, dan diputuskan untuk memohon kerja sama dengan Dewan Homeopathy Nasional (DHN). Surat permohonan kerja sama diajukan oleh MKAI Wil DKI kepada DHN melalui Sek. DHN, Danial Anwar, yang isinya meminta SDM ahli Homeopathy untuk melakukan presentasi pengenalan Homeopathy. Gayung bersambut, DHN menugaskan Ibu Nurbaety sebagai SDM ahli untuk mempresentasikan pengobatan Homeopathy.

Sabtu pagi, 16 Februari 2008, Tim yang terdiri dari Iwan Kurniawan, Arif (Asistant Muht. Khidmat Khalq PPMKAI), dan Mehdi (KH Kebayoran) berangkat dari Masjid Al Hidayah Kebayoran guna mengambil 200 paket sampling Stamina yang sebelumnya telah diupayakan oleh Muht. Khidmat Khalq berkerja sama dengan Jema’at Kebayoran. Bersama Qaid MKAI Jaktim, Hafiz, dan Ibu Nurbaety yang juga adalah Ibunda dari Qaid MKAI Jaktim, Tim bersama-sama menuju Masjid Al Hidayah Depok untuk menjemput Mubaligh Basuki.

Jam 13 lebih, Tim tiba di kawasan Pasir Putih yang dipilih menjadi lokasi Diklatsar Banser NU. Rupanya seluruh peserta Diklatsar Banser telah duduk berkumpul di pendopo untuk mendapatkan penjelasan tentang Homeopathy. Tim disambut oleh Bapak Rian selaku Komandan dan Ketua Acara Pelatihan Diklatsar Banser NU. Tak mengambil waktu lama tuan rumah memperkenalkan Tim dan mempersilahkan Ibu Nurbaety untuk menyampaikan materi.

Dengan menggunakan perangkat Laptop dan Infocus slide demi slide dijelaskan dengan menarik oleh Ibu Nurbaety, sekitar 200-an peserta Diklatsar Banser nampak antusias menyimak dan mencatat materi penjelasan. Tim pun turut duduk membaur dengan peserta dan menikmati penjelasan yang disampaikan.

Pada sesi pertanyaan para pesertapun banyak mengajukan pertanyaan, mulai dari cara membuat, cara mengkonsumsi, apakah aman atau tidak, apakah ada batas kadaluarsanya, dsb. Para peserta semakin antusias karena kepada mereka dibagikan paket stamina, bahkan dari tim Pelatih dan Pembina Diklatsar pun berbisik minta disisakan paket stamina nya.

Alhamdulillah, selain bisa memberikan manfaat dengan sosialisasi Homeopathy, Tim bisa menambah kenalan, dan juga terbuka kesempatan untuk saling mengundang dan kerja sama. Mubarak untuk Jema’at Depok, juga Bapak Yendra yang telah membuka jalan rabtah ini. Jazakumullah kepada DHN yang telah memberikan support yang luar biasa.

Senin, 11 Februari 2008

Ikhlas Versus Riya

Alangkah beruntungnya orang-orang yg tidak disiksa oleh rindu dipuji orang lain, karena jika kita rindu dipuji orang lain maka sirnalah kebaikan amal ibadah kita dan bahkan bisa mendatangkan mudharat dan murka Allah swt.

“Cukuplah kejelekan seseorang jika dia menginginkan agar orang-orang memberikan acungan jempol atas kebaikan dirinya, baik dlm urusan agama maupun urusan dunia, kecuali bagi orang-orang yg mendapatkan pemeliharaan Allah”. (HR. Baihaqi)

Awal dari sifat di atas adalah penyakit qalbu yg disebut dengan riya’.

Apakah riya’ itu? “ I’raadatu naf’iddun yaa bi’amalil aakhirat” – “mengharapkan keuntungan dunia dengan amal akhirat”.

suatu amal baik bisa jadi merupakan amal sholeh di mata manusia, namun karena mengandung unsur riya’ maka dihadapan Allah amalan-amalan baiknya tiada bernilai, ibarat batu yg licin tiada berbekas.

“Hai orang-orang beriman janganlah kamu batalkan sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, seperti orang yg membelanjakan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Perumpamaan mereka seperti batu yg licin yg diatasnya tanah lalu hujan lebat menimpanya maka ia menjadi bersih. Mereka tidak memperoleh apapun dari apa yg mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir”.

Mengenai penyakit qolbu riya’ Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya yg paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik yg paling kecil.” Sahabat bertanya: “Apakah syirik yg paling kecil itu?” Rasul menjawab :”Syirik yg paling kecil adalah riya’.” (HR Ahmad bin Hambal)

Orang yg beramal riya’, ia lebih ingin amal-amal-nya disaksikan oleh manusia daripada disaksikan oleh Allah, ia lebih mengharapkan pujian dan balas budi manusia daripada mengharapkan berkat dan karunia dari Allah, ia lebih mengharapkan ridha manusia daripada ridha Allah. Demikianlah Rasulullah saw telah menamakan riya’ sebagai syirik kecil.

Wahai sahabatku, Rasulullah saw pun bersabda : “Ketika semua orang mendapatkan pembalasan amal saleh-nya. Allah berfirman kepada orang yg suka riya’ dalam amal-nya : “Pergilah kalian kepada orang-orang yg kamu jadikan riya’ atas mereka, dan lihatlah apakah kamu dapat menemukan balasan dari mereka?” (HR Ahmad bin Hambal)

Karena dalam amalan riya’ ridha Allah telah digantikan dengan mengharapkan ridha manusia, maka di hari pembalasan Allah Ta’alaa tidak sudi memberikan ganjaran apapun dari amal-amal-nya, dan kepada mereka yg riya’ diminta pergi dan meminta ganjaran kepada manusia-manusia yg dulu ia mengharapkan ridha dari mereka. Padahal hanya kepada Allah lah seharusnya kita memohon ridha dan hanya pada Allah lah terdapat ganjaran.

Lalu yg bagaimanakah yg disebut dengan amal sholeh itu? Amal sholeh adalah amal kebaikan yg dilandasi oleh keikhlasan dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Ibaratnya, jika amal sholeh itu “jasad” maka “ruh”nya adalah ikhlas.

Singkatnya, lawan dari riya’ adalah ikhlas. Apakah ikhlas itu? “tajriidulqalbi ‘an naf’iddun yaa fii ‘amalil aakhirat” – “mengosongkan hati dari semua motivasi dunia dalam amal akhirat”.

Mengenai hamba-hamba yg ikhlas dikatakan :
“Berbahagialah orang-orang yg ikhlas. Mereka adalah lampu-lampu hidayah. Bagi mereka akan terbuka semua fitnah (petaka) yg gelap (tidak pernah tampak) bagi yg lain”. (HR Turmudi)

“Dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yg ikhlas” (QS Al-Hijr, 39-40)

“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu tetapi melihat niat dan keikhlasan di dalam hati mu” (Hadits)

Beberapa cirri-ciri orang yg tidak ikhlas alias riya’ dlm beramal adalah:
1. Berbeda amalan-nya antara ketika disaksikan orang dengan ketika tidak disaksikan orang.
2. Merasa senang terlalu berlebihan jika mendapatkan pujian.
3. Ringan beribadah jika disaksikan orang dan merasa berat jika dilakukan sendirian (tiada yg menyaksikan).

Sahabat, untuk menumbuhkan niat ikhlas dlm qalbu, maka yakinlah bahwa Allah Maha Menyaksikan amal kita bukan manusia, bahwa ridha Allah lah yg kita jadikan tujuan bukan rasa senang/kagum manusia yg kita harapkan, yakinlah bahwa Allah Maha Pemberi Balasan/Ganjaran dan bukan ganjaran manusia yg kita harapkan, Allah Maha Mengetahui apa yg ada dalam niat kita, serta merasakan nikmatnya “buah” ke-ikhlasan dengan bertambahnya keimanan.

Wahai sahabat, riya’ adalah penyakit yg sulit dideteksi dan kerap muncul tiba-tiba dlm qalbu kita, hendaknya kita selalu berdo’a supaya Allah selalu memberi karunia kepada kita untuk dapat beramal sholeh, menumbuhkan keikhlasan dalam setiap niat kita, memberikan perlindungan dari segala riya’, dan memberikan karunia kepada qalbu kita untuk dapat wara’ (waspada) dari si “pencuri” amal yaitu riya’. Jika dalam qalbu kita yg lemah ini sempat terbersit niat riya’ lekaslah beristrighfar dan memohon perlindungan kepada Allah dari bisikan syetan.

Semoga bermanfa’at adanya, mohon do'akan saya.

Rabu, 06 Februari 2008

Jemaat Ahmadiyah Indonesia salurkan bantuan untuk korban banjir

Merespon permintaan Sadr PPMKAI Bapak Dudung Abdul Latief agar MKAI DKI bisa membantu menyalurkan bantuan dari PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia untuk warga korban banjir di Jakarta Barat maka MKAI Wil DKI melalui Saudara Seno sebagai Nazim Khidmat Khalq MKAI Wil DKI melakukan kordinasi dengan Muhtamim Khidmat Khalq PPMKAI Bapak Faqih dan para Qaid Majelis.

Bapak Faqih dengan dibantu oleh MKAI Kebayoran, MKAI Lenteng Agung, dan juga Ibu-Ibu LI Kebayoran mengadakan, dan mengemas paket sembako yang akan disalurkan, alhamdulillah bisa diadakan sejumlah 300 paket sembako.

Di saat yang sama, Darmono (Qaid MKAI Jakarta Barat) bersama tim bertugas mensurvey lokasi mana yang akan dipilih sebagai titik lokasi bantuan sekaligus melakukan persiapan lapangan melalui pendekatan dengan pihak RT setempat. Berdasarkan survey yang dilakukan maka titik lokasi bakti sosial akan dilaksankan di daerah Margajaya Kelurahan Rawa Buaya.


Pagi hari tanggal 6 February dengan menggunakan 3 unit kendaraan ( 2 diantaranya dari MKAI Lenteng Agung dan MKAI Jakarta Timur) 300 paket sembako meluncur menuju lokasi. Sesampai di lokasi Tim dari MKAI JakBar dan juga dari kepengurusan RT telah menyiapkan lokasi pembagian paket sembako. Pada Baksos ini paket bantuan sembako juga diatas namakan dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pak RT menyatakan rasa terima kasihnya atas kepedulian dan bantuan warga Ahmadiyah. Acara ini juga diliput oleh Muslim Television Ahmadiyah (MTA). Puji syukur kepada Allah SWT semata karena karunia-Nya maka kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar.

Jazakumullah kepada Bapak Faqih (Muhtamim Khidmat Khalq PPMKAI), Bapak Seno (Nazim Khidmat Khalq MKAI Wil DKI), Saudara Basyir (Qaid MKAI Kebayoran) beserta tim, Saudara Darmono (Qaid MKAI JakBar) beserta tim, Saudara Hafiz (Qaid JakTim) beserta tim, teman-teman dari MKAI Lenteng Agung, Ibu-ibu LI Kebayoran, dan juga Tim liputan MTA atas kerja samanya sehingga kegiatan Bakti Sosial ini bisa terlaksana.

Jumat, 01 Februari 2008

Iman bil ghaib

Ketaqwaan – sebagaimana yg telah saya uraikan – memerlukan suatu usaha gigih/susah payah. Oleh karena itu difirmankan : “Hudallil muttaqiynal-ladziyna yu’minuwna bilghoiybi” (QS; Al Baqarah: 3-4).

Di dalamnya terdapat suatu usaha gigih/susah payah. Berbeda dengan kesaksian nyata, beriman kepada hal-hal yg ghaib itu memerlukan suatu usaha gigih. Jadi, bagi seorang mutaki, sampai batas tertentu diperlukan suatu usaha yg gigih/susah payah. Sebab ketika dia meraih derajat saleh, maka hal-hal yg ghaib itu sudah tidak menjadi ghaib lagi baginya. Karena di dalam diri seorang saleh mengalir sebuah “sungai” yg sampai kepada Tuhan. Dia menyaksikan Tuhan serta kecintaan-Nya melalui matanya sendiri. Yaitu : “Man kaana fiy haazihii a’maa fahuwa fiyl-aakhiroti a’maa” – “Dan barang siapa yg buta (ruhani) di dunia ini, niscaya ia akan buta juga di akhirat” (QS ; Al Israa’ : 73)

Dari sini nyata bahwa sebelum manusia memperoleh cahaya sepenuhnya di dunia ini, dia kapanpun tidak akan dapat menyaksikan Tuhan. Jadi, tugas seorang mutaki itu adalah senan tiasa menyiapkan ‘surma’ (celak) yg dapat menghindarkan turun/susutnya secara ruhani “air” yg dimilikinya. Kini nyatalah bahwa pada mula pertama seorang mutaki itu buta adanya.

Setelah melalui usaha gigih dan tazkiyah nafs (pensucian diri), dia pun meraih nur. Jadi, setelah mengalami gemblengan serta sudah menjadi saleh, maka tidak adalagi masalah ‘iman bil ghaib’, dan istilah susah payah pun sudah tidak ada lagi. Sebagaimana Rasul akram Muhammad saw, telah diberi kesempatan menyaksikan surga dan neraka dengan mata telanjang di dunia ini juga. Hal-hal yg harus diakui dalam corak iman bil ghaib bagi seorang mutaki, keseluruhannya telah disaksikan dengan nyata oleh beliau saw. Di dalam ayat ini diisyaratkan bahwa kalaulah seorang mutaki itu buta adanya dan menanggung perihnya susah payah/kegigihan, akan tetapi seorang yg (mencapai derajat) saleh telah berada di dalam sebuah ‘daarul aman’ (tempat yg aman). Dan tingkatan nafs-nya sudah mencapai nafs muthma’innah (jiwa yg tentram) Di dalam diri seorang mutaki berlaku kondisi iman bil ghaib. Dia berjalan dengan meraba-raba bagaikan orang buta. Dia tidak memperoleh khabar apapun, dan dia bersikap iman bil ghaib terhadap segala sesuatunya. Disitulah terletak ketulusannya. Dan sebagai imbalan dari ketulusannya itu Allah Ta’ala menjanjikan bahwa dia akan memperoleh keberhasilan. Uwlaaika humul muflihuwn – mereka itulah orang-orang yg berjaya (QS ; Al Baqarah :6)

(Malfuzhat jld 1, h. 28-29/MI)

Rabu, 23 Januari 2008

Syirik & Dusta

Firman Allah SWT

maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al Hajj : 30)




Sabda Rasulullah saw

Rasulullah saw bersabda :”Apakah saya beritahukan kepada kalian dosa yg paling besar?”. Kami menjawab,”Ya Huzur beritahukanlah kami”. “Janganlah menyekutukan Allah, Tidak membangkang kepada kedua orang tua,… dan camkanlah dosa besar yg ketiga adalah berdusta dan memberi kesaksian palsu!…”. (HR Bukhari).



Sabda Imam Mahdi Masih Ma'ud a.s.

Syirik dan dusta merupakan sebuah benda yg sama. Manusia sendiri banyak membuat berhala di dalam dirinya, dan banyak sekali berhala dusta yg mereka buat.

Allah telah memfirmankan bahwa dusta itu merupakan kekotoran maka karena itu hindarilah kotoran itu. Bersama penyembahan berhala, dusta pun Allah telah satu kan. (Dalam Al Hajj : 30). Sebagaimana manusia dungu yg meninggalkan Allah lalu dia menundukkan wajahnya di hadapan batu, seperti itu pula setelah meninggalkan kebenaran dan kejujuran, demi tujuan-tujuannya lalu manusia menciptakan dusta sebagai berhala. Oleh sebab itu Allah menyatukan dusta dengan penyembahan berhala dan memberikan pertalian diantaranya. Sebagaimana seorang penyembah berhala ingin mendapatkan keselamatan dari berhala (yakni dia menyangka bahwa batu berhala itu akan menyelamatkannya dari berbagai masalah), demikian pula orang yg berdusta juga telah membuat berhala di dalam dirinya sendiri. Dan dia menyangka bahwa dengan perantaraan berhala dusta maka akan didapatkan keselamatan-keselamatan (dari berbagai masalah).

Lebih dari itu apalagi kemalangan yg akan terjadi bila (berhala) dusta dianggap sebagai sandaran (dan meninggalkan Allah sebagai sandaran)? Tetapi saya meyakinkan kepada kalian bahwa pada akhirnya kebenaranlah yg akan menang. Kebaikan dan kemenangan adalah milik-Nya. (Malfuzhat).


Khutbah Hazrat Khalifatul Masih V atba

Shiddiq (benar/tulus), yakni yg benar-benar telah fana dalam ketulusan, kejujuran, dan berdisiplin secara sempurna, menjadi orang yg tulus dan pecinta sejati. Ini adalah sebuah derajat yg apabila seseorang telah sampai padanya maka dia merupakan kumpulan segenap kebenaran dan kejujuran.

Falsafah peraih kesempurnaan seorang shiddiq adalah bilamana dia melihat kelemahan dan ketidak berdayaan dirinya, maka sesuai dengan kemampuannya dia mengatakan “Iyya kana’budu – Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan mulai berlaku tulus dan (disiplin) berlari dari segenap kebohongan dan kekotoran yg terkait dengan dusta.

Berjanjilah bahwa dalam corak apapun saya tidak akan berdusta. Dan apabila dia berjanji sedemikian maka seolah-olah dia mengamalkan suatu yg Khas pada Iyyaa kana’budu, dan amalnya itu merupakan ibadah yg sangat tinggi.

Kelanjutan Iyyaa kana’ budu adalah Wa iyyaa kanasta’in (dan hanya kepada Engkau kami memohon). Allah merupakan tempat permulaan (awal) segenap karunia dan merupakan sumber kebenaran dan kejujuran. Allah pasti akan menolongnya dan Dia akan membukakan kepadanya hakikat-hakikat sesuatu dan jalan kebenaran.

Dan demikian pula apabila manusia mencitai kebenaran dan kejujuran, serta menjadikannya sebagai kebiasaan khasnya, maka inilah yg akan menarik kebenaran agung yg hanya milik Allah. Al Qur’an merupakan penjelmaan dari kebenaran yg utuh dan sosok yg menjelmakan kebenaran Al Qur’an itu adalah wujud yg penuh berkah Muhammad saw, dan demikian pula para rasul dan utusan Tuhan merupakan sosok-sosok yg benar, jujur, dan tulus.

Jadi apabila seseorang sampai pada derajat kebenaran/ketulusan, baru matanya (penglihatannya) akan terbuka dan dia akan meraih basyirat (ketajaman pemahaman) yg khas yg darinya makrifat-makrifat Al Qur’an mulai terbuka padanya.

Saya sama sekali tidak pernah siap untuk menerima bahwa seorang yg tidak mencintai kejujuran/kebenaran dan tidak menjadikan ketulusan sebagai ciri khasnya lalu dia dapat memahami makrifat-makrifat Al Qur’an, hal itu tidak akan dia dapatkan karena Qolbunya sama sekali tidak memiliki keselarasan dengan Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan sumber mata air kebenaran/kejujuran, dan hanya orang yg mencintai kejujuranlah yg dapat minum dari mata air itu. (Darsus 09).

Senin, 21 Januari 2008

Keperluan akan Al Quran

Keperluan akan Al Quran

Disamping semua Kitab dan ajaran yang ada ini (Taurat, Injil, Weda, Tripitaka, Zoroatser, dll), masihkah dunia memerlukan sebuah kitab yang baru? Pertanyaan ini akan timbul dalam hati setiap orang yang mulai menelaah Al Quran.

Jawabannya akan berbagai-bagai bentuknya :

1. Bukankah perpecahan diantara agama-agama itu menjadi alasan yang cukup untuk munculnya suatu agama baru lagi untuk mempersatukan semuanya?

2. Tidakah pikiran manusia akan menempuh proses evolusi serupa dengan yang dilalui oleh jasad manusia? Dan persis sebagaimana evolusi jasmaniyah akhirnya menjadi sempurna, tidakah evolusi alam pikiran dan ruhaniyah ditakdirkan menuju kesempurnaan akhir yang merupakan tujuan hakiki dari dijadikannya manusia?

3. Tidakah Kitab-Kitab yang datang lebih dahulu menjadi sedemikian rusaknya, sehingga kini suatu Kitab baru sudah menjadi kebutuhan universal yang dipenuhi oleh Al Quran?

4. Adakah agama-agama yang datang lebih dahulu menganggap ajarannya sebagai yang terakhir sekali? Bukankah agama-agama itu percaya kepada kemajuan ruhani yang terus menerus? Bukankah agama-agama itu selalu meyakinkah para pengikutnya tentang kedatangan suatu ajaran yang akan mempersatukan umat manusia dan memimpin mereka kepada tujuan mereka yang terakhir?

Jawaban terhadap empat pertanyaan ini ialah jawaban terhadap pertanyaan mengenai perlunya Al Quran disamping Kitab-Kitab dan Ajaran-Ajaran Agama yang datang lebih dahulu.

(Dikutip dari “Pengantar Untuk Mempelajari Al Qur’an” yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berjudul “Introduction to the study of the holy Qur’an”. Buku ini merupakan buah karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.dan merupakan bagian dari Kitab Tafsir Al Quran yang beliau buat. Beliau adalah Imam Jemaa’at Ahmadiyah yang ke-2. Buku ini rangkum dalam terjemahan bahasa Inggris nya pada tahun 1947.

Buku Introduction to the study of the holy Quran ini juga menjadi rujukan oleh Depag Republik Indonesia dan dapat anda baca sebagai Bab 2 di setiap Al Quran terbitan Depag dan Al Quran terjemahan bahasa Indonesia yang dicetak oleh Kerajaan Saudi Arabia sebagai souvenir untuk para Jama’ah Haji asal Indonesia.)

Dalam Al Quran yang diterbitkan oleh Depag cetakan tahun 1985 di bawah kepemimpinan Bapak H. Munawir Sjadzali sebagai Menteri Agama. Nama Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.masih bisa ditemui dalam susunan daftar sumber pustaka. Tidak hanya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, namun juga 2 tafsir Al Quran Ahmadiyah yang lainnya pun masih tercantum dalam daftar sumber pustaka Al Quran terbitan Depag ini yaitu Maulana Muhammad Ali M.A. (The Holy Quran) dan Maulwi Sher Ali (The Holy Quran).

Namun meski sampai saat ini karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. masih bisa anda baca pada Bab II Al Qur’an terbitan Depag cetakan terbaru, namun nama beliau sudah dihapus dari susunan daftar sumber pustaka.)